PASURUAN (stiesia.ac.id)–Tim dosen Pengabdian kepada Masyarakat (PkM) Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia (STIESIA) terlibat aktif dalam kajian dan penelitian konservasi kelestarian alam yang diinisiasi oleh PT Tirta Investama Pabrik Keboncandi (AQUA Keboncandi) bersama Yayasan Sekola Konang Indonesia (YSKI) atau Sanggar Belajar Tata Kelola Lingkungan.
Tim dosen yang terdiri dari Ibu Dra. Endang Dwi Retnani, M.Si., Ak., CA., Ibu Dra. Dini Widyawati, M.Si., Ak., CA., Ibu Prof., Dr., Fidiana, S.E., M.S.A., CA., Ibu Widhi Ariestianti Rochdianingrum, S.E., M.M., Ibu Dr. Hindah Mustika, S.M., M.S.M., Ibu Dr. Emeralda Ayu Kusuma, S.Sos., M.Si., menghadiri kegiatan Pengajian Ekologi Konservasi Hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Rejoso yang dilaksanakan di kantor Kecamatan Lumbang, Kabupaten Pasuruan, Selasa 29 Oktober 2024.
Tim PkM STIESIA hadir dengan kapasitas sebagai mitra akademisi dalam Program Pendampingan Masyarakat dalam Pengendalian Bencana Konservasi Hulu DAS Rejoso.
Kegiatan pengajian ekologi konservasi hulu daerah aliran sungai (DAS) Rejoso ini menghadirkan beberapa narasumber antara lain Bambang Suhartono (Camat Lumbang), Anton Dharma Pusaka Mas (Kepala UPT PU SDA Wilayah Sungai Welang Pekalen), Johan Sandi Suwardi (Asisten Perhutani Bagian Kesatuan Pengelolaan Hutan/BKPH Tosari), Purjoko (Ketua Harian YSKI), dan Nurul Huda (Perwakilan AQUA Keboncandi).
Pengajian ekologi konservasi hulu daerah aliran sungai (DAS) Rejoso merupakan salah satu ikhtiar pihak AQUA Keboncandi bersama Yayasan Sekola Konang Indonesia (YSKI) dengan mengajak secara langsung masyarakat.
Bapak Anton Dharma Pusaka Mas (Kepala UPT PU SDA Wilayah Sungai Welang Pekalen) menegaskan bahwa upaya ini merupakan bagian dari pengendalian risiko bencana yang tidak bisa hanya satu pihak saja yang punya concern. Pendekatan pentahelix dalam hal ini menjadi penting dalam upaya pengendalian bencana, baik itu dari pemerintah daerah maupun pemerintah pusat, media, masyarakat, dunia industri dan akademisi.
Ibu Emeralda mengatakan, pelibatan secara langsung warga dalam pengkajian ekologi konservasi hulu DAS Rejoso ini merupakan salah satu metode pelibatan masyarakat yang secara konseptual disebut Participatory Rural Appraisal (PRA).
“Participatory Rural Appraisal (PRA) adalah metode pengembangan yang berfokus pada pemberdayaan masyarakat dengan melibatkan mereka dalam proses identifikasi masalah, perencanaan, dan evaluasi proyek,” papar Bu Emeralda.
Lebih lanjut dijelaskan, bahwa PRA bertujuan untuk memanfaatkan pengetahuan lokal dan mengedepankan partisipasi aktif masyarakat dalam menentukan solusi untuk tantangan yang mereka hadapi. “Metode ini mengandalkan teknik-teknik seperti pemetaan partisipatif, diskusi kelompok, dan untuk menggali informasi tentang kondisi sosial, ekonomi, dan lingkungan di komunitas. Maka, penerapan pendekatan PRA dengan harapan akan tercipta suasana kerja yang kondusif, kolaboratif, adaptif dan partisipatif dalam proses pengendalian bencana,” peraih gelar doktor Ilmu Manajemen STIESIA Surabaya ini.
Pada akhirnya, metode PRA membantu mengalihkan peran perencanaan dari lembaga eksternal kepada komunitas itu sendiri, sehingga meningkatkan kapasitas dan otonomi warga dalam pengambilan keputusan.
Sedikit tentang PRA, dikutip dari Ahmad Muhsin dalam bukunya “Participatory Rural Appraisal for Corporate Social Responsibility” mengungkapkan bahwa program PRA selain didampingi fasilitator, juga dibantu oleh tim pengembang PRA yakni lembaga swadaya masyarakat (LSM).
Fasilitator dan LSM hanya membantu, sedangkan kegiatan PRA diselenggarakan oleh masyarakat dan bukan dilakukan oleh petugas fasilitator/LSM. Program dan perencanaan yang dibuat tidak dikerjakan oleh LSM/fasilitator, melainkan anggota PRA. Ini adalah salah satu cara melibatkan masyarakat untuk berpartisipasi dan terlibat secara penuh. (Muhsin, dkk, 2018). Metode ini sebelumnya juga dinyatakan oleh Chambers (1996) dalam bukunya Participatory Rural Appraisal: Memahami Desa Secara Partisipatif, bahwa metode PRA merupakan pendekatan dalam merumuskan perencanaan dan kebijakan di wilayah pedesaan dengan cara melibatkan masyarakat seefektif mungkin (Chambers 1996).
Dalam pengkajian ekologi konservasi hulu DAS Rejoso para narasumber juga memberikan sumbangan pemikiran terkait keberlangsungan ekologi konservasi hulu DAS Rejoso.
Beberapa narasumber tersebut antara lain Johan Sandi Suwardi, Asisten Perhutani (Asper) BKPH Tosari, memaparkan beberapa faktor penyebab utama terjadinya banjir akibat perilaku masyarakat. “Di sini penyebab (banjir) karena masyarakat dan kembali lagi imbasnya ke masyarakat sehingga mendapat kerugian dengan terjadinya bencana,” ujar Johan.
Hadir pula Ketua Harian YSKI, Bapak Purjoko yang memaparkan fungsi Komunitas Masyarakat Pecinta Sungai (KMPS) serta apa saja yang harus dilakukan oleh KMPS bila sudah terbentuk.
“Nantinya, KMPS melakukan sensus serta mengatur tanaman yang akan ditanam, dan saat menebang harus izin juga supaya nantinya harus ada pengganti pohon yang di potong,” ucap Purjoko.
Sekelumit tentang AQUA Keboncandi merupakan salah satu anak usaha produsen air minum dalam kemasan ternama yang bergerak dalam pengemasan air mineral dalam botol.
Penulis : Fathurrochman Al Aziz
Foto : Istimewa