
SURABAYA (stiesia.ac.id) Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia (STIESIA) Surabaya, Jumat (12/12/2025), menggelar kuliah tamu dengan tema“INNOVATION : Building Sustainable Innovative Collaborative Ecosystems”. Hadir sebagai narasumber, Paul Thoeng, founding partner cHess Management Services Pvt. Ltd.
Paul Thoeng yang juga dikenal sebagai praktisi pembangunan dari Belgia ini mengungkapkan perspektif menarik tentang bagaimana berinovasi dengan membangun ekosistem kolaboratif inovatif berkelanjutan. Menurutnya, inovasi membangun ekosistem kolaboratif inovatif berkelanjutan dilakukan dengan perspektif people, planet and profit (3 P).

Menurut alumnus Katholieke University Leuven (KU Leuven) Belgia ini, bicara tentang inovasi sering dipandang hanya dari sisi teknologi. Padahal sebenarnya tidak.
Dari kacamata Paul Thoeng sebagai lulusan manajemen akuntansi, inovasi bisa diwujudkan dengan mengoptimalkan hubungan triple helix yakni local government (pemerintah lokal), entrepreneurial cooperative, dan academia.
Inovasi Sering Dipandang Hanya dari Sisi Teknologi. Padahal Sebenarnya Tidak.

Dalam membangun ekosistem kolaboratif berkelanjutan bisa terlihat pada keberadaan koperasi desa kelurahan merah putih yang mana nilai gotong royong menjadi prinsip utama. Indonesia sungguh beruntung memiliki nilai budaya tersebut, yang terbukti membawa Indonesia selalu bisa survive dalam banyak situasi yang sulit.
Di hadapan peserta kuliah tamu, termasuk para mahasiswa, Paul Thoeng mengajak generasi muda untuk lebih banyak berkontribusi dan lebih mengenalkan tentang inovasi serta mengajak untuk membangun ekosistem yang lebih sustainable demi menciptakan planet yang lebih baik di masa depan.

Mengapa? Menurut peraih gelar Master in Applied Economy KU Leuven Belgia ini, Indonesia memiliki sumber daya alam yang sangat melimpah dibandingkan dengan negara negara lain di dunia.
Beberapa hal yang dicontohkan di antara: fertile volcanic land, soil regeneration, garis pantai, mangrove, coral reef, rumput laut, pertambakan dan lain sebagainya. Tak hanya itu, Indonesia juga memiliki sumber daya manusia seperti entrepreneur muda yang bisa diajak membangun kapasitas, koneksi dan kolaborasi. “Ini merupakan salah satu anugrah keberlimpahan Indonesia yang sangat mungkin dikembangkan ke depan,” papar Paul Thoeng.
Tantangannya, menurut Paul Thoeng, bagaimana mengelola keberlimpahan ini selain tantangan perubahan iklim (climate change), kekurangan pangan (food scarcity). Untuk menghadapi tantangan ini, diperlukan program ketahanan pangan.
“Banyak orang yang tidak tahu bagaimana menciptakan profit dari banyak hal, mulai dari udara bersih, air yang berlimpah. Ini hal yang penting,” ujarnya.
Indonesia punya banyak lahan yang subur. Sementara, kita menghadapi masalah food security. Paul Thoeng meminta agar kita belajar dari masa lalu. Mengapa kita menggunakan pupuk kimia.
Dengan modal anugrah keberlimpahan sumber daya alam, dan sumber daya manusia yang banyak, maka bisa diciptakan entreprenur muda yang bisa dikembangkan kapasitas, kolaborasi, dan koneksinya demi membangun bangsanya sendiri.
Untuk mewujudkannya, diakui Senior Advisor Yayasan Trikaya Bali ini, tidak bisa mengupayakannya sendiri. “Namun dengan kolaborasi, menciptakan koneksi, maka ini akan menjadi modal besar. Kita bisa menjadi bangsa yang berdikari,” ujar Paul Thoeng.



Lantas bagaimana dengan inovasi dalam akuntansi? “Ini sangat menarik. Karena accounting menjadi bahasa global dunia. Accounting menciptakan sistem transparansi, akuntabilitas, dan juga kepercayaan atau trust. Maka, melalui accounting sendiri kita bisa menciptakan inovasi,” tuturnya.

Sekadar diketahui, kuliah tamu ini yang menghadirkan narasumber Paul Thoeng ini diselenggarakn oleh Program Studi S1 Akuntansi dan S1 Manajemen STIESIA Surabaya. Kedua prodi strata 1 STIESIA ini telah terakreditasi Unggul oleh Lembaga Akreditasi Mandiri Ekonomi Manajemen Bisnis dan Akuntansi (LAMEMBA).
Penulis : Fathurrochman Al Aziz