KPPU Ajak Perguruan Tinggi Kembangkan Keilmuan Persaingan Usaha dalam Ekonomi Digital

Komisioner Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Periode 2018-2023, Dr. Drs. Chandra Setiawan, M.M., Ph.D., mengungkapkan peran penting perguruan tinggi dalam perkembangan persaingan usaha di era digital ekonomi.      

“Perlu diperbanyak kajian mengenai persaingan usaha di ekonomi digital,” kata Chandra Setiawan saat menjadi pembicara dalam kuliah tamu dengan tema, “Peran Perguruan Tinggi di Dalam Perkembangan Persaingan Usaha di Era Digital Ekonomi” di Hal 2 STIESIA Surabaya, Jumat, 20 Oktober 2023. Dalam acara kuliah tamu tersebut juga hadir sebagai pembuka Ketua STIESIA Prof. Dr. Nur Fadjrih Asyik, S.E., M.Si., Ak., CA., dan bertindak sebagai moderator Dr. Suwitho, M.Si., Ketua Prodi S1 Manajemen STIESIA.   

Komisioner KPPU dua periode berturut-turut ini mengungkapkan keilmuan persaingan usaha dalam ekonomi digital masih perlu dikembangkan lebih lanjut. Karena itu rektor Presiden University periode 2012-2016 ini civitas academika perguruan tinggi menjadi pihak yang wajib digandeng KPPU untuk mendorong dan menyosialisasikan persaingan usaha di ekonomi digital.

Diungkapkan Chandra, persaingan usaha di era digital ekonomi memiliki karakter yang berbeda dengan persaingan usaha dalam ekonomi konvensional. Begitu pula regulasi yang mengaturnya. Peraih gelar Doktor Filosofi (Ph.D) Keuangan di Putera Business School, Universiti Putra Malaysia pada 2006-2011 ini mengungkapkan belum dirumuskannya secara khusus regulasi dalam persaingan usaha dalam era ekonomi digital di Indonesia.

“Belum adanya regulasi yang mengatur tentang pasar digital sangat disayangkan mengingat hal ini sangat urgent untuk diperhatikan oleh pemerintah sebab struktur pasar ini sangat berbeda dalam segala aspeknya dengan pasar konvensional yang telah dikenal,” ujar Chandra.   

Menurutnya regulasi yang berlaku sekarang hanya sebatas pada izin pendirian usaha dalam berbagai sektor. “Jika pemerintah tidak membuat regulasi tentang hal ini, dapat juga pihak KPPU yang membuat regulasi komisi tentang pasar digital sebagai implementasi lebih jauh dari UU no 5 tahun 1999 (tentang Larangan Praktik Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat),” ungkap Dosen Fakultas Bisnis President University sejak tahun 2012 ini.

Kata Chandra, ketentuan ini sangat berguna dalam penyelesaian kasus-kasus persaingan usaha karena belum pernah ada kerangka hukum yang terpadu dan komprehensif untuk kasus-kasus yang berkaitan dengan persaingan usaha dalam era ekonomi digital.

Belum adanya regulasi yang mengatur tentang pasar digital sangat disayangkan mengingat hal ini sangat urgent untuk diperhatikan oleh pemerintah sebab struktur pasar ini sangat berbeda dalam segala aspeknya dengan pasar konvensional yang telah dikenal

Dr. Drs. Chandra Setiawan, M.M., Ph.D.
Komisioner Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Periode 2018-2023

Hal ini karena UU Nomor 5 Tahun 1999 hanya mendefinisikan pelaku usaha dalam negeri sebagai aktor yang melangsungkan kegiatannya dalam pasar konvensional. Sedangkan transaksi di era digital yang dilakukan secara elektronik diatur melalui Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.

Peraturan Pemerintah a quo menjadi pagar dan pedoman segala aktivitas perdagangan yang dilakukan secara elektronik. Kondisi tersebut, menurut Chandra, membuat upaya penegakan hukum yang dilakukan KPPU terhadap pelaku usaha asing yang memberikan dampak negatif terhadap perekonomian Indonesia menjadi sulit dalam pengawasan pasar digital.

Terkait dengan tersebut di atas, KPPU, menurut Chandra, bisa menggandeng perguruan tinggi termasuk SIESIA Surabaya. Sesuai Pasal 4 Undang-undang No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, bahwa Perguruan Tinggi memiliki beberapa fungsi:

Pertama, mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa; Kedua, mengembangkan Sivitas Akademika yang inovatif, responsif, kreatif, terampil, berdaya saing, dan kooperatif melalui pelaksanaan Tridharma; dan Ketiga, mengembangkan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dengan memperhatikan dan menerapkan nilai Humaniora.

Sekadar diketahui, keberadaan ekonomi digital bertumbuh sangat pesat. Ekonomi digital yang dipahami sebagai sebuah konsep ekonomi yang menggunakan teknologi digital sebagai elemen kunci dalam proses produksi, distribusi, dan konsumsi barang dan jasa mencakup banyak hal, mulai dari e-commerce, perbankan digital, aplikasi perpesanan instan, dan media sosial. Salah satu ciri dari ekonomi digital adalah adopsi teknologi digital untuk meningkatkan proses produksi yang efisien, menghubungkan bisnis dengan pelanggan secara global, dan menciptakan inovasi demi mendorong pertumbuhan ekonomi.

Di Indonesia, berdasarkan data Statista Market Insights, jumlah pengguna lokapasar daring atau e-commerce di Indonesia mencapai 178,94 juta orang pada 2022. Jumlah tersebut meningkat 12,79% dibandingkan pada tahun sebelumnya yang sebanyak 158,65 juta pengguna.

Pada 2027, Statista memperkirakan jumlah pengguna e-commerce di dalam negeri mencapai 244,67 juta orang. Adapun, Bank Indonesia (BI) mencatat, nilai transaksi e-commerce di Indonesia sebesar Rp476,3 triliun pada 2022. Nilai itu didapatkan dari 3,49 miliar transaksi di e-commerce sepanjang tahun lalu.

Nilai transaksi e-commerce pada 2022 lebih tinggi 18,8% dari tahun sebelumnya yang sebesar Rp401 triliun. Kendati, angkanya masih di bawah target bank sentral sebesar Rp489 triliun.

Penulis             : Fathurrochman Al Aziz

Foto                 : Humas

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *